Misteri Pulau Sumatera - Lembah-lembah menghampar di sepanjang Bukit Barisan (sejauh ± 1650 Km) telah lama dikenal kesuburannya. Lembah ini sambung-menyambung seolah membuat garis memanjang membelah Pulau Sumatera. Dimulai dari Lembah Semangko di Lampung, menyambung ke Suoh, Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muaralabuh, Singkarak, Maninjau, Rokan Kiri, Batang Gadis, Angkola, Alas, Tangse, Seulimeum, hingga Banda Aceh.
Dikelilingi gunung-gunung api tua, 11 di antaranya masih aktif, lembah-lembah ini merupakan tempat mengendapnya abu vulkanis yang kaya unsur hara. Air berlimpah dan sebagian terbendung dalam cekungan yang terbentuk akibat gerakan tanah ataupun karena letusan gunung api purba. Danau-danau pun tercipta; lima danau di Suoh dan Danau Ranau (Lampung), Danau Kerinci (Jambi), Danau Singkarak, Danau Diatas, dan Danau Dibawah (Sumatera Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), serta Danau Laut Tawar (Aceh).
Berimpit dengan deretan lembah, mengular "Sabuk Emas" yang memasyhurkan Sumatera sebagai Svarnadwipa. Kata dari bahasa Sanskerta itu berarti "Pulau Emas" seperti tertera dalam Prasasti Nalanda yang dipahat pada tahun 860 Masehi.
William Marsden, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), menyebutkan, Sumatera diduga sebagai Ophir, tempat armada Solomon (Nabi Sulaiman AS) mengambil muatan emas dan gading. Meski dugaan ini belum dapat dibuktikan, namun pulau Sumatera memang penghasil emas tiada tara. Jauh sebelum Belanda datang dan mengeruk emas Sumatera, perdagangan emas dari pulau ini sudah berlangsung lama. Dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2003), Marie-France Dupoizat dan Daniel Perret menyebutkan, pengelana Tome Pires pada awal abad ke-16 mencatat bahwa emas diperdagangkan di seluruh pelabuhan di Sumatera, terutama di Barus, pelabuhan tua di pantai barat Sumatera Utara ini telah disebutkan dalam karya Ptolomeus, Geographia, yang ditulis pada abad ke-2 Masehi.
Sebuah sejarah menarik tentang Ophir mencukil buku karya Colin Jack Hilton berjudul “Pencarian untuk Kepulauan Solomon 1567-1838” (Clarendon press 1969), menceritakan tentang misi pelayaran pelaut Spanyol dibawah pimpinan Kapten Alvaro De Mendana, percaya bahwa Ophir dimaksud Nabi Sulaiman berada di Selatan Pasifik berupa Benua Austral luas, seperti dikatakan Marco Polo. Pulau tersebut diduga telah diketahui oleh Bangsa Inca (Amerika) berdasar investigasi Marco Polo yang menanyakan darimana asal emas-emas Inca. Pelayaran pelaut Spanyol disemangati oleh keinginan menemukan nama daerah disebut Ophir seperti ditulis di Kitab Tiga Raja "Dan Raja Solomon membuat kapal Angkatan Laut .... di tepi laut merah ... dan Hiram dikirim angkatan laut hamba-Nya, awak kapal yang memiliki pengetahuan tentang laut, bersama hamba Solomon. Dan mereka datang ke Ophir, dan mengambil dari sana emas, empat ratus dua puluh talenta, dan membawanya ke Raja Solomon.
Nama Ophir ditulis bersama Argyre (Salakanagara, Kota Perak) oleh Ptolemeus yang menjadi panduan Marco Polo dalam usaha mencari emas. Namun hingga kini bangsa Spanyol sia-sia menemukan Ophir dan Argyre yang mereka cari dan armada Alvaro hanya tersesat ke laut Pasifik kemudian menamakan kepulauan yang mereka temukan dengan nama Pulau Solomon.
Emas Sumatera, terutama ditemukan di kawasan tengah Sumatera di sepanjang Bukit Barisan seperti di Martabe, Bangko, Rawas, Lebong, dan Natal. Minangkabau dianggap sebagai daerah terkaya sehingga Belanda banyak mendirikan rumah loji (lounge) di Padang. Menurut Marsden, di daerah Minangkabau saja terdapat tidak kurang dari 1.200 lokasi tambang emas. "Sebanyak 283.000 gram-399.600 gram setiap tahun tersimpan di Padang, di pasar bebas, atau di tangan perseorangan. Sementara itu, kira-kira 28.000 gram dipasarkan di Nalabu, di Natal kira-kira sebanyak 23.000 gram, dan di Mukomuko 17.000 gram," tulis Marsden (1783).
TM Van Leuwen memberikan gambaran lebih komplet soal produksi logam mulia dari Sumatera. Di Journal of Geochemical Exploration, edisi ke-50, 1994, dia memperkirakan, total emas yang dikeruk dari Sumatera sejak eksplorasi Belanda hingga 1994 mencapai 91 ton dan perak sebanyak 937 ton. Selain mencari kapur barus, para pedagang berbagai negeri juga memburu emas yang banyak diperdagangkan di pelabuhan. Logam mulia ini diduga dibawa dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan. Ada keyakinan masyarakat sekitar pegunungan Bukit Barisan masih banyaknya gunung emas yang tersimpan secara mistis yang akan terbuka saat bila tiba waktunya, semisal G. Padang, G. Dempo dll.
Deposit kandungan emas Sumatera jauh lebih besar dari volume emas Freeport, Papua, tak banyak yang mengetahui hal ini kecuali ia orang yang berhati bersih dan mendapat petunjukNya. Banyak ilmuwan dan orang asing yang meriset hal ini tetapi mereka hanya dapat menjejaknya melalui foto satelit saja namun belum berhasil menemukannya di darat. Emas di Lampung dan Bengkulu kini sedang dirayah oleh beberapa kelompok pengusaha secara diam-diam.
Dengan segenap kelimpahan daya hidup, tak mengherankan jika lembah-lembah Bukit Barisan telah lama menarik manusia untuk menetap di sana. Jejak peradaban kebudayaan batu besar atau megalitikum yang tersebar luas di sepanjang lembah ini menjadi bukti bahwa manusia purba telah bermukim di sana. Di wilayah tersebut telah ditemukan 21 megalitik berbentuk silinder, serta satu buah megalitik berbentuk bulat. Selain itu, ditemukan juga enam kompleks kubur tempayan.
Dikelilingi gunung-gunung api tua, 11 di antaranya masih aktif, lembah-lembah ini merupakan tempat mengendapnya abu vulkanis yang kaya unsur hara. Air berlimpah dan sebagian terbendung dalam cekungan yang terbentuk akibat gerakan tanah ataupun karena letusan gunung api purba. Danau-danau pun tercipta; lima danau di Suoh dan Danau Ranau (Lampung), Danau Kerinci (Jambi), Danau Singkarak, Danau Diatas, dan Danau Dibawah (Sumatera Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), serta Danau Laut Tawar (Aceh).
Berimpit dengan deretan lembah, mengular "Sabuk Emas" yang memasyhurkan Sumatera sebagai Svarnadwipa. Kata dari bahasa Sanskerta itu berarti "Pulau Emas" seperti tertera dalam Prasasti Nalanda yang dipahat pada tahun 860 Masehi.
William Marsden, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), menyebutkan, Sumatera diduga sebagai Ophir, tempat armada Solomon (Nabi Sulaiman AS) mengambil muatan emas dan gading. Meski dugaan ini belum dapat dibuktikan, namun pulau Sumatera memang penghasil emas tiada tara. Jauh sebelum Belanda datang dan mengeruk emas Sumatera, perdagangan emas dari pulau ini sudah berlangsung lama. Dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2003), Marie-France Dupoizat dan Daniel Perret menyebutkan, pengelana Tome Pires pada awal abad ke-16 mencatat bahwa emas diperdagangkan di seluruh pelabuhan di Sumatera, terutama di Barus, pelabuhan tua di pantai barat Sumatera Utara ini telah disebutkan dalam karya Ptolomeus, Geographia, yang ditulis pada abad ke-2 Masehi.
Sebuah sejarah menarik tentang Ophir mencukil buku karya Colin Jack Hilton berjudul “Pencarian untuk Kepulauan Solomon 1567-1838” (Clarendon press 1969), menceritakan tentang misi pelayaran pelaut Spanyol dibawah pimpinan Kapten Alvaro De Mendana, percaya bahwa Ophir dimaksud Nabi Sulaiman berada di Selatan Pasifik berupa Benua Austral luas, seperti dikatakan Marco Polo. Pulau tersebut diduga telah diketahui oleh Bangsa Inca (Amerika) berdasar investigasi Marco Polo yang menanyakan darimana asal emas-emas Inca. Pelayaran pelaut Spanyol disemangati oleh keinginan menemukan nama daerah disebut Ophir seperti ditulis di Kitab Tiga Raja "Dan Raja Solomon membuat kapal Angkatan Laut .... di tepi laut merah ... dan Hiram dikirim angkatan laut hamba-Nya, awak kapal yang memiliki pengetahuan tentang laut, bersama hamba Solomon. Dan mereka datang ke Ophir, dan mengambil dari sana emas, empat ratus dua puluh talenta, dan membawanya ke Raja Solomon.
Nama Ophir ditulis bersama Argyre (Salakanagara, Kota Perak) oleh Ptolemeus yang menjadi panduan Marco Polo dalam usaha mencari emas. Namun hingga kini bangsa Spanyol sia-sia menemukan Ophir dan Argyre yang mereka cari dan armada Alvaro hanya tersesat ke laut Pasifik kemudian menamakan kepulauan yang mereka temukan dengan nama Pulau Solomon.
Emas Sumatera, terutama ditemukan di kawasan tengah Sumatera di sepanjang Bukit Barisan seperti di Martabe, Bangko, Rawas, Lebong, dan Natal. Minangkabau dianggap sebagai daerah terkaya sehingga Belanda banyak mendirikan rumah loji (lounge) di Padang. Menurut Marsden, di daerah Minangkabau saja terdapat tidak kurang dari 1.200 lokasi tambang emas. "Sebanyak 283.000 gram-399.600 gram setiap tahun tersimpan di Padang, di pasar bebas, atau di tangan perseorangan. Sementara itu, kira-kira 28.000 gram dipasarkan di Nalabu, di Natal kira-kira sebanyak 23.000 gram, dan di Mukomuko 17.000 gram," tulis Marsden (1783).
TM Van Leuwen memberikan gambaran lebih komplet soal produksi logam mulia dari Sumatera. Di Journal of Geochemical Exploration, edisi ke-50, 1994, dia memperkirakan, total emas yang dikeruk dari Sumatera sejak eksplorasi Belanda hingga 1994 mencapai 91 ton dan perak sebanyak 937 ton. Selain mencari kapur barus, para pedagang berbagai negeri juga memburu emas yang banyak diperdagangkan di pelabuhan. Logam mulia ini diduga dibawa dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan. Ada keyakinan masyarakat sekitar pegunungan Bukit Barisan masih banyaknya gunung emas yang tersimpan secara mistis yang akan terbuka saat bila tiba waktunya, semisal G. Padang, G. Dempo dll.
Deposit kandungan emas Sumatera jauh lebih besar dari volume emas Freeport, Papua, tak banyak yang mengetahui hal ini kecuali ia orang yang berhati bersih dan mendapat petunjukNya. Banyak ilmuwan dan orang asing yang meriset hal ini tetapi mereka hanya dapat menjejaknya melalui foto satelit saja namun belum berhasil menemukannya di darat. Emas di Lampung dan Bengkulu kini sedang dirayah oleh beberapa kelompok pengusaha secara diam-diam.
Dengan segenap kelimpahan daya hidup, tak mengherankan jika lembah-lembah Bukit Barisan telah lama menarik manusia untuk menetap di sana. Jejak peradaban kebudayaan batu besar atau megalitikum yang tersebar luas di sepanjang lembah ini menjadi bukti bahwa manusia purba telah bermukim di sana. Di wilayah tersebut telah ditemukan 21 megalitik berbentuk silinder, serta satu buah megalitik berbentuk bulat. Selain itu, ditemukan juga enam kompleks kubur tempayan.
Menurut Budi Wiyana, arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, tradisi megalitik yang ditemukan di kawasan ini sangat lengkap, mulai dari dolmen, menhir, arca, arca menhir, teras berundak, lumpang batu, batu dakon, dan batu datar. Berbagai peninggalan megalitik ini membuktikan bahwa kawasan itu telah dihuni manusia sejak lebih dari 2.500 tahun sebelum Masehi. "Manusia menghuni daerah ini karena subur, dan alasan praktis lain seperti dekat dengan sumber air yang melimpah dan tersedia banyak bahan baku batuan beku andesit untuk kebutuhan bahan bangunan mereka," ujar Budi Wiyana lebih lanjut."
KLG
MINYAK LINTAH
OBAT KUAT VIAGRA
JUAL VIAGRA DI SUMATERA
VIAGRA